Label

Sabtu, 23 April 2016

Marry me

Salah satu hal yang paling kusyukuri dalam hidupku adalah dipertemukan dengan Rehan. Bagiku dia adalah pelengkap segala kekuranganku dan penyempurna kelebihanku. Aku telah berpacaran dengannya selama 7 tahun dan telah melalui banyak hal. Semua terasa sempurna hingga saat ini, sebelum aku berumur 30 tahun dan Rehan tak kunjung melamar. Desakan dari keluargaku maupun keluarganya selalu berdatangan. Kami hanya senyum dan mengatakan 'secepatnya' dan itu jawaban telah kami katakan sejak tiga tahun lalu namun sampai saat ini ucapan kami belum terbukti. 

"Mas Rey, kapan mau melamar. Aku capek di tanya terus," aku menanyainya pada suatu kesempatan hanya ada kami berdua.
Dia menatapku, kemudian kedua tangannya menggenggam tanganku. "Sabar ya, nggak lama lagi," katanya meyakinkan. Aku ingin marah tapi yang kutemukan hanya ketulusan dari ucapannya. 

"Hmmm," aku menghela napas. Menimbang nimbang apa yang sebaiknya ku katakan, "apa masalahnya mas?" Tanyaku akhirnya. 

"Nggak ada sayang, tunggu waktu yang pas aja. Saat semua waktunya longgar biar pesta kita ramai," dia masih menatapku. Kali ini yang kurasakan dia hanya cari-cari alasan. 

Aku melepaskan tanganku dari genggamannya, kupalingkan mukaku. Kututup mataku sejenak dan berusaha menahan amarah. "Hmmmmm," ku hela napas panjang dan kembali ku menatapnya "Nggak akan ketemu mas waktunya kalau begitu, semua orang punya kesibukan masing-masing dan beda-beda."

"Iya kamu benar, beri mas waktu setahun lagi ya sayang."
"Sudahlah mas, mas memang nggak serius kan dari awal," mataku mulai berkaca-kaca. Kuputuskan untuk pergi sebelum kabut di mataku berubah jadi air mata. Sedih rasanya saya begitu menyayanginya dan aku tau diapun begitu. Dia memperlakukanku dengan sangat manis. Padahal dulu awal kenal dia tergolong nakal, tapi yang kurasakan dia adalah orang yang sangat penyayang. Aku tak menemukan alasan kenapa dia harus menunda pernikahan. Ku buka pintu mobilnya dan dia menahanku, tentu saja. Kini air mataku benar benar jatuh, aku mengasihani diriku sendiri. Dia memelukku, mengelus kepalaku dan berbisik "maaf". 
Dia melepaskan pelukannya "maafkan aku sayang," dia seperti berpikir, jeda lama dan tiba-tiba seperti mencari-cari sesuatu dan menemukan sebuah kotak kecil.  Di sodorkan kepadaku, di bukanya dan dia berkata, "ayo kita mempersiapkan pernikahan kita." Aku kehabisan kata-kata. Air mataku makin deras mengalir. Samar samar kudengar dia berkata di dekat telingaku, "mudah-mudahan aku tidak membuatmu menyesal." Dan dia memelukku. 
Setelah kejadian itu kami mempersiapkan segala sesuatu tentang pernikahan kami. Kami berencana melakukannya lima bulan kedepan. Satu bulan semua berjalan normal hingga satu bulan berikutnya dia tiba-tiba tak ada kabar. Awalnya saya pikir dia sibuk, tapi tidak biasanya dia tidak menghubungiku sama sekali selama seharian. Aku ke rumahnya, takut dia sakit karena dia memang sering sakit dan aku kaget rumahnya kosong. Mungkin mereka keluar kota untuk urusan mendadak. Kucoba hubungi tapi tak bisa. Perasaanku sudah tidak enak, ada yang tidak beres. Berhari hari kudatangi rumahnya tetap kosong. Dan aku sampai pada kesimpulan dia sengaja kabur menghindariku. Sakit hatiku, lebih dari sebelum sebelumnya. Tak pernah sesakit ini. Apa aku terlalu banyak menuntut. Apa aku semengerikan itu sampai dia takut menikahiku. Apa salahku. Berhari-hari aku mogok makan. Berminggu-minggu mengunci diri di kamar. Yang paling menyakitkan karena orang yang kamu cintai ternyata menyakiti. Hidupku berakhir saat itu. 
..........
"Anda sangat luar biasa, menghabiskan waktu anda untuk menjadi pendamping ODHA, kenapa anda ingin melakukan itu?" Seorang pembawa acara bertanya pada wanita di depannya. 
Wanita yang ditanya tersenyum tulus dan berkata," karena bagaimanapun mereka manusia yang punya hak untuk di sayang. Mereka pantas untuk terus di dampingi bukan di tinggalkan. Ketidaktahuan membuat banyak orang bahkan penderita sendiri menjaga jarak dan itu hal yang tidak benar. Yang harus kita hindari penyakitnya bukan orangnya."
"Sangat menginspirasi. Maaf sebelumnya, apa anda memiliki kenalan maksud saya orang terdekat yang menderita HIV?" 
Si wanita seperempuan terdiam sejenak, seperti mengingat masa lalu, dan dia tersenyum kecil pada akhirnya namun matanya terlihat berkaca-kaca. 
"Ya, calon suami saya. Ketidaktahuan kami, terlebih dia membuat dia meninggalkan saya saat itu. Takut saya tertular. Saat itulah saya sangat membenci penyakit ini dan mencari banyak info dan sekarang berusaha membuat sebanyak mungkin orang mengerti," dia tetap tersenyum meski kesedihan tergambar di matanya. 
" Apa yang anda ingin sampaikan kepada masyarakat yang menonton?"
" Sekali lagi, jauhi penyakitnya bukan orangnya. Buat penderita sebisa mungkin open status kepada keluarga terdekat dan lakukan pendampingan agar keluarga maupun penderita tau apa yang harus dilakukan." Dan selanjutnya sampai acara selesai. Rini yang dulu di tinggalkan Revan tanpa alasan yang jelas akhirnya tau alasannya ketika semua sudah terlambat. Rehan berusaha melindunginya dengan tidak menularinya penyakit yang dideritanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentnya dong... :)