Label

Kamis, 26 Februari 2015

Nggak Aman Lagi

Saatnya lari, kita sudah dikepung
Mulai di mata-matai
Yang tadinya pribadi
kini harus dibagi
Nggak aman lagi

Tinggalkan saja
Jejak jangan bersisa
andai ada suka
ataupun duka
biarkan rahasia

bukan tentang aku
bukan juga kamu
ini tentang pilu
tentang rindu
yang akhirnya satu

biarkan
relakan

Saat COC mengalihkan duniaku

Empat bulan ini aku punya hiburan baru, game COC. Pokokx tidak ada hari tanpa COC. Makan main COC, Naik motor main COC (untungnya saya biasanya hanya di bonceng), kuliahpun masih main COC.

Pernah ada kejadian memalukan dimana hpku lupa di silent. Hari itu, akibat begadang semalaman alhasil saya terlambat masuk kuliah. Masuk kelas masih aman, karena saat itu yang mengajar dosen baik. Pelan-pelan aku masuk kelas, memilih kursi bagian belakang. Kusimpan tas di kursi kosong di sampingku dan ku keluarkan hpku dari dalam tas.

Kalian pasti sudah bisa menebak, apa yang akan saya lakukan. Tidak lain tidak bukan, hanya main COC. Dan berita buruknya saya lupa men-silent hpku. Pengaturan Game COC-ku sdh mode silent, aman. Yang tidak aman ketika pemberitahuan line get rich masuk dan tanpa sengaja saya membukanya. Maka jadilah saya bintang game di kursi paling belakang. Betapa memalukannya. 

Tapi saya tak pernah meyesal, setiap manusia harus merasakan masa kacau dalam hidupnya, dan saya rasa waktunya bagiku sekarang. Ini tetap akan menjadi memori meskipun saat ini memalukan tapi suatu waktu akan menjadi memori yang lucu. Saya pernah jadi manusia pemalas, saya pernah jadi manusia yang membuang-buang waktu dengan game. Saya sudah cukup puas dengan itu. Sekarang saatnya saya menjadi manusia dengan karya. Semangat ana.. :)

Menemukan kehilangan 1



Masih dengan kerutan di jidat yang sama, kamu tersenyum padaku. Seorang anak perempuan kecil di sampingmu yang kamu genggam tangannya. Cantik, barangkali mirip ibunya pikirku. Sementara lihatlah aku dengan sebuah notebook dan tas jinjing yang penuh dengan berkas kantor. Berusaha memberikan senyum terbaik untukmu.
“Cantik anaknya kak, pasti mirip ibunya” akhirnya ku keluarkan yang menjadi isi kepalaku. Ku tatap anak itu, menyusuri satu-satu jejak lelaki di depanku dalam diri anak itu. Aku tersenyum sendiri, mereka memiliki mata yang sama. Salah satu bagian yang membuatku dulu jatuh cinta.
“Salim sama tante sayang,” hanya itu kata yang kau ucapkan. Dan anak kecil perempuan cantik itu menyambut tanganku dan menciuminya. Imut sekali.
Aku masih tak mengerti, takdirkan atau hanya kebetulan kita di pertemukan kembali di sini. Di tempat yang tak pernah kuduga sama sekali. Masih teringat ketika kamu meninggalkan kotaku karena masa studimu telah selesai. Tak ada kata-kata perpisahan. Hanya sebuah pesan ambigu yang kamu titip melalui temanmu untukku. Dan sekarang disini, di sebuah kota kecil yang jauh dari kota asal kita berdua dipertemukan.
“Duduk di sana dulu yuk, kangen ngobrol sama kamu” Ajakmu membimbing mataku menuju sebuah  bangku taman yang kosong. Anak kecil di sampingmu nampaknya sudah gusar ingin segera pulang. Aku juga sementara kerepotan membawa barang bawaanku. Sungguh tak ingin kulewatkan kesempatan ini, hanya untuk merunut waktu yang telah terlewatkan di antara kita berdua. Ku putar otakku mempertimbangkan dua kemungkinan. Tinggal bercerita tak peduli dengan anakmu yang mulai rewel, tak peduli dengan perjaan kantorku, tak peduli dengan kehidupanmu sekarang. Atau saya berlalu, melupakan rasa penasaranku tentang apa yang terjadi denganmu selama lima tahun ini. Tapi akh sudahlah, barangkali semua lebih baik jika tetp menjadi rahasia.
“Aduh, maaf kak. Sepertinya saya buru-buru, lagi pula anaknya sudah mau pulang sepertinya. Lain kali kita cerita panjang lebar” ucapku buru-buru ingin mengakhiri pertemuan ini.

*bersambung

Selasa, 17 Februari 2015

Tak ada tempat yang paling nyaman untuk kembali selain rumah. Tempat dimana kamu bisa menjadi dirimu sendiri tanpa takut akan hinaan. Tempat kamu bisa berbuat salah tanpa takut takkan termaafkan. Tempat dimana kamu akan memberi dan di beri tanpa ada kata kata terima kasih di lisan karena ketulusan selalu menyertai tiap tindakan. Terimakasihmu ada pada doa yang kau panjatkan dalam hati. Terimakasihmu ada pada usaha sungguh sungguh untuk membuat kedua orang tuamu bahagia... untuk membuat keluargamu bangga. Terimakasihmu ada pada senyuman yang selalu engkau berikan.

Senin, 02 Februari 2015

akhhh

Sudah hampir seminggu sejak proposal, tapi perbaikanku belum tersentuh sama sekali. Hidupku kacau, pekerjaan kantor tak selesai, pekerjaan rumahpun tak selesai. Bahkan jalan jalan atau kumpul kumpul dengan teman tak kunikmati. Aku seperti orang yang hanya menjalani sisa hidup tanpa obsesi tanpa Impian.
Laptop kantor kuhilangkan, kunci motor tercecer, aku tak tau apa yang aku pikirkan. Bahkan main gamepun tak mampu menghiburku sekarang. Di bilang sedih, saya tak sedih tapi bahagiapun tidak. Aku seperti berada di dimensi lain.. ingin menangis tak bisa.. tertawapun di paksa.
Tak bisakah saya di pause dulu. Saya takut menjadi tua tapi tak tau apa yang telah aku lewati... takut aku menyia nyiakan hariku tapi tak tau juga cara menikmatinya.. ahkkkk pusing.... kayakx butuh teman cerita.. :'(

menjadi bukan aku

Pernahkah engkau menutup mata kala malam, saat kamu belum mampu terlelap. Ketika itu yang kamu dengar suara dengungan malam yang entah bersumber dari mana. Atau suara hewan malam yang sepertinya sedang lomba paduan suara. 
Malam ini hingga pukul 01.00 dini hari, aku masih belum mengantuk. Bosan main game, dan tak ada lagi novel yang bisa saya baca. Ku tutup mataku, ku pikirkan masa depan sekaligus masa laluku. Ku bandingkan dengan apa yang telah aku lakukan sekarang. 
Sudah bulan ke dua di 2015. Serasa baru kemarin kemeriahan nyala kembang api. Serasa baru kemarin libur tahun baru. Secepat itu sekarang waktu berlalu.
Kini aku memikirkan diriku yang sepertinya tidak menjadi diriku. Sepertinya ada orang lain yang bersembunyi dalam jiwaku. Tentang ana yang kadang kala mengucapkan hal yang berlawanan dengan isi kepalanya. Menjadi ana yang melakukan sesuatu yang tak sesuai isi hatinya. Dan memilih menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakannya.