Label

Rabu, 13 November 2013

Petuah

Bijak memang petuah yang selalu diberikan para leluhur. Salah satunya dapat saya maknai malam ini. "jangan tertawa berlebihan" berulang-ulang itu mereka nasehatkan. katanya kalau orang yang terlalu banyak tertawa biasanya akan menangis. Sebenarnya bukan hanya malam ini saya membuktikan bahwa kata-kata tersebut  benar. Tapi baru malam ini saya melihatnya sebagai sesuatu yang bermakna. Dulu, selalu ku anggap bahwa itu hanya kebetulan saja. 
Tadi adalah ulang tahun salah seorang temanku, dan kami malam ini datang untuk merayakannya secara kecil-kecilan. Kami terlalu senang malam ini, hingga tawa terus menerus pecah dan menjalar dari satu orang ke orang lain. Hal sepelepun kami ketawai. Hingga salah seorang di antara kami tak sengaja  bilang " kita saja yang orang Indonesia ndak tau, apalagi tiiiit  (saya nggak ingin menyebutkan namanya) yang orang Ambon". Mendengar itu sontak kami semua tertawa bukan karena kata ambonnya tapi kata Indonesia. seoalah-olah temanku ini ingin bilang bahwa ambon bukan indonesia. Tentu saja temanku tak bermaksud untuk bilang begitu, dia salah ucap. Dia ingin mengatakan Sulawesi, karena kebetulan kami berempat dari Sulawesi dan tiit dari Ambon. Tapi apa boleh buat, kata yang sudah di ucapkan takkan mungkin di tarik kembali. Dan kami yang tidak tau bahwa tiit punya perasan yang sensitif terus menerus  tertawa. Temanku yang tadi mengucapkannya sudah memberi kode agar kami berhenti ketawa... Tapi ibarat kereta api yang melaju, siapa yang bisa merem ketawa yang sudah pecah.  Awalnya tiit hanya diam, dan kami masih terus menerus ketawa. Hingga dua orang di antara kami yang ketawanya paling besar pergi meninggalkan rumah temanku. Tinggallah kami bertiga, saya, temanku dan tiit. Tiit langsung ke WC, temanku sudah ndak enak. Saya meyakinkannya bahwa tidak akan ada apa-apa. Tapi dia yakin bahwa tiit sakit hati, dan dia mengaku salah. Saya tak yakin tiit keberatan karena yang kulihat dia tidak marah pada saat itu. Tidak banyak perubahan juga pada ekspresinya kecuali dia yang tadinya juga ikut ketawa sejak ejekan itu jadi diam. Tak saya sangka ternyata pas dari WC mata tiit telah merah, menunjukkan bahwa dia habis menangis, barulah saya yakin bahwa dia tidak baik-baik saja. Ternyata perasan memang tidak seperti kulit yang akan kelihatan bila memar atau berdarah. Perasaan itu abstrak, mana ku tau kalau ternyata tiit sakit hati dengan tawa kami yang dinilainya mungkin telah berlebihan. Bahwa ternyata orang tua melarang tertawa berlebih karena pada saat ketawa berlebih itu emosi kita tak stabil, kita bisa tak sadar mengeluarkan kata yang tak sepantasnya yang akhirnya akan berujung pada sebuah tangisan.
Dan yang terjadi kini hanya adegan dua orang yang menangis, yang masing-masing minta maaf. Yang satu karena terlalu sensitif, yang satu karena kurang peka. Sebagai pesan terakhir bahwa maaf tidak akan bermakna bila terus menerus diucapkan, maaf akan bermakna bila perbuatan yang salah itu tidak kita ulangi. Bahwa kita benar- benar menyesal atas perbuatan kita dan mengingatnya sebagai bentuk kesalahan dan akan memperbaikinya tentu saja dengan tindakan bukan ucapan... :)

2 komentar:

komentnya dong... :)